Rabu, 28 Januari 2009

Promosi Blog Ke Mesin Cari/Search Engine GRATIS !!!

Saya ingin berbagi cerita yang bersumber dari wordpress-nya mas fatihsyuhud.com, kebetulan saya juga udah coba..Ini adalah salah satu cara yang lebih mudah supaya blog kita bisa terdaftar langsung di 40 (empatpuluh) mesin cari / search engine dalam waktu bersamaan. Yakni dengan cara memanfaatkan layanan gratis submitexpress.com yang memakai tools khusus agar alamat URL blog yang kita daftarkan lewat situs ini dapat sekaligus terdaftar ke 40 search engine baik yang besar seperti Google, Yahoo dan MSN maupun yang kecil-kecil. Ikuti langkah praktis berikut:

1. Silahkan meluncur ke http://submitexpress.com
2. Isi alamat blog Anda di kotak yang tersedia di bawah tulisan FREE SUBMISSION. Jangan lupa pakai http://… Contoh, http://fatihsyuhud.com atau http://afatih.wordpress.com
3. Klik Continue
4. Isi Email Anda di kotak yang tersedia.
4. Setelah mengisi kode rahasia yang ada di bagian bawah, klik “submit”
5. Selesai.

Catatan: Sebagian (kecil) search engine akan mengirim email konfirmasi ke Anda, klik aja link untuk konfirmasi yang diminta.

Trims buat materi yang singkat padat dan jelas dari mas Fatih..Semoga bermanfaat bagi blogger lainnya..Salam ngeblog....

Otonomi Daerah Bukan Hal Baru


Banyak orang menyakini dan melihat bahwa kebijakan penerapan otonomi daerah merupakan hal baru yang revolusioner. Bayang-bayang akan bangkitnya ekonomi lokal, hilangnya penindasan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dan berbagai pembangunan di tingkat lokal (provinsi maupun kabupaten/kota) menjadi suatu aphrodisiac yang mengangkat kembali gairah kehidupan lokal yang sebelumnya seperti pasrah menunggu kebaikan hati pemerintah pusat. Namun kenyataan yang akan dihadapi tampaknya (dan seharusnya) tidak akan semudah yang dibayangkan.

Pertanyaannya apakah anda yakin kalau otonomi daerah merupakan hal yang baru di negeri ini?

Tuhan dalam sebuah ajarannya mengatakan kepada kita :
“Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali, Angin bertiup ke selatan, lalu berputar ke utara, terus-menerus ia berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali, Semua sungai mengalir ke laut, tetapi laut tidak juga menjadi penuh; ke mana sungai mengalir, ke situ sungai mengalir selalu, Segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar”.
Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.

Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: "Lihatlah, ini baru!"? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada. Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datang pun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.

Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri.
Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
Yang bongkok tak dapat diluruskan, dan yang tidak ada tak dapat dihitung.
Aku berkata dalam hati: "Lihatlah, aku telah memperbesar dan menambah hikmat lebih dari pada semua orang yang memerintah atas dunia sebelum aku, dan hatiku telah memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan."
Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal ini pun adalah usaha menjaring angin,
“Karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan”. (Pengkhotbah 1)

Dari untaian kalimat tersebut apakah kita masih menyakini bahwa otonomi daerah adalah sebuah hal yang baru ? Otonomi daerah adalah sebuah rencana yang kembali Tuhan berikan kepada kita untuk kita kelola dengan baik dan benar.. Jangan lagi kita terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak sesuai dengan hal yang seharusnya padahal kita tahu bagaimana kita harus menjalaninya ??

Save Our Country and My Lovely Borneo From mistakes of Autonomy…

Senin, 26 Januari 2009

Refleksi 10 Tahun Otonomi Daerah (Dilema Maraknya Pemekaran Daerah)


Memasuki era otonomi daerah dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang menggantikan UU No. 5 Tahun 1974, Gong Otonomi daerah mulai berjalan di bumi nusantara ini. Sepuluh tahun berjalan, ada satu fenomena unik yang cukup menarik untuk menjadi perhatian kita, yaitu terkait dengan MARAKNYA PEMEKARAN DAERAH (DAERAH OTONOM BARU) di segala penjuru negeri ini.. Upaya pemerintah untuk melaksanakan MORATORIUM sepertinya mengalami jalan buntu, dan hanya sebatas pada slogan semata.

Hal ini terbukti sejak tahun 1999 hingga 2008 tercatat 203 daerah otonom baru yang menambah 312 sejak tahun 1998. Saat ini sudah berdiri 500an lebih daerah otonom baru di nusantara ini. Jumlah tersebut mungkin bisa bertambah karena masih terdapat inisiatif DPR untuk usul pembentukan DOB.

Wacana moratorium pemekaran ternyata bukanlah hal yang mudah diimplementasikan. Meski syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan sebagai syarat pemekaran telah dibuat semakin ketat berdasar PP No 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Otonom, hal tersebut tidak mampu membendung tuntutan daerah untuk melakukan pemekaran.

Ada sejumlah hal yang bisa menjelaskan mengapa moratorium pemekaran sulit dilakukan, sebagaimana disampaikan oleh Eko Prasojo. Pertama, tuntutan terhadap pemekaran adalah cara hukum mendorong pemerintah untuk mengalirkan keuangan negara ke daerah. Selama insentif keuangan berupa dana alokasi umum, dana alokasi, dan dana perimbangan lainnya dari pemerintah pusat terus mengalir ke DOB, selama itu pula tuntutan pemekaran akan terjadi. Dengan kata lain, pemekaran adalah alat bagi daerah untuk menekan pemerintah pusat agar memberikan uang kepada daerah.

Kedua, selain berdimensi keuangan negara, pemekaran memiliki dimensi politik. Pemekaran merupakan cara politik untuk memberikan ruang yang lebih besar kepada kader-kader partai politik di daerah untuk berkiprah di lembaga-lembaga perwakilan serta lembaga-lembaga pemerintahan daerah.

Pembentukan DOB jelas diikuti pembentukan sejumlah struktur dan posisi di daerah seperti kepala daerah, wakil daerah, anggota DPRD, dan posisi-posisi pemerintahan lainnya. Tidak mengherankan jika anggota DPR memiliki interes yang tinggi untuk terus membuat inisiatif RUU pemekaran.

Ketiga, pemekaran juga bisa berdimensi janji politisi kepada masyarakat di daerah pemilihannya (dapil). Apalagi menjelang pemilu, janji pemekaran akan menjadi alat kampanye yang efektif untuk mendongkrak suara dalam pemilu. Kontra opini terhadap pemekaran bisa dipandang tidak prodaerah dan tidak prorakyat.

Keempat, meski masih berupa indikasi dan masih harus dibuktikan, transaksi ekonomi politik sangat berpotensi terjadi dalam pengusulan dan inisiatif RUU pemekaran.

Kelima, tentu saja sangat legitimate untuk menyatakan bahwa dari matra luas wilayah dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah jalan untuk mendekatkan pelayanan sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Memperhatikan beberapa hal tersebut, sudah saatnya pemerintah mengambil sikap terhadap fenomena ini. Pemerintah harus berani memberhentikan dan tidak menindaklanjuti permohonan-permohonan daerah yang disampaikan melalui inisiatif DPR. Pemerintah harus berani meminta waktu untuk melakukan evaluasi terhadap daerah-daerah yang dimekarkan tersebut secara menyeluruh mengenai dampak yang ditimbulkan.


Sebagaimana dalam PP No. 6 Tahun 2008, ditegaskan Pemerintah berkewajiban mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah atau disebut sebagai evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah (EPPD) untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran dan hasil yang telah direncanakan. Tujuan utama dilaksanakannya evaluasi, adalah untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya peningkatan kinerja untuk mendukung pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan prinsip tata kepemerintahan yang baik. EPPD meliputi evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD), evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah (EKPOD), dan evaluasi daerah otonom baru (EDOB).

Pertanyaan adalah Bagaimana pemerintah dapat melakukan evaluasi secara menyeluruh jika pemekaran daerah otonom baru terus dibuka.. Inilah saat yang tepat bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan otonomi daerah..10 tahun adalah waktu yang cukup untuk pemerintah mengukur kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah (EKPOD), dan evaluasi daerah otonom baru (EDOB). Disamping itu pemerintah harus berani mengambil kebijakan untuk membuat sebuah Grand Strategy Otonomi daerah untuk memberikan gambaran tentang seberapa banyak jumlah provinsi, kabupaten/kota yang ideal harus dibentuk di nusantara ini.. Jika masih dimungkinkan untuk membentuk daerah baru, pemerintah agar membuat sebuah aturan yang jelas seperti halnya pada masa berlakunya UU No. 5 Tahun 1974, perlu dipikirkan untuk melakukan penahapan pemekaran. Sebelum DOB dibentuk, perlu diberikan masa persiapan, misalnya, tiga tahun. Masa persiapan tersebut adalah masa pembinaan sekaligus evaluasi terhadap kesiapan daerah untuk dimekarkan. pada masa persiapan itu status daerah adalah sebagai kota administratif.

Jika setelah evaluasi, ternyata melebihi standar yang sebenarnya, pemerintah juga harus berani menghapus, atau menggabungkan kembali daerah tersebut. Kalau mau jujur sejak dibukanya kran pembentukan daerah otonom baru ini, apakah ada daerah-daerah baru ini dalam perjalanannya kemudian dihapus ataupun digabungkan kembali? Walaupun dalam kenyataannya kondisi daerah tersebut masih sangat bergantung kepada kucuran anggaran dari pemerintah. Lebih ekstrem lagi berdirinya daerah-daerah baru ini lebih karena mengakomodir kepentingan elit lokal tertentu semata. Otonomi Daerah lebih kepada proses Bagi Uang dan Kuasa saja. Satu hal lagi yang tak kalah pentingnya untuk mempermudah pengawasan terhadap usul pembentukan daerah otonom baru ini, usul dan inisiatif pemekaran hanya melalui satu pintu, yaitu melalui pemerintah.


Sepuluh tahun adalah masa yang tepat untuk pemerintah dan pemerintah daerah untuk mereflesikan kembali, merenung ulang makna dari otonomi yang sesungguhnya.. Otonomi bukan hanya berbicara tentang uang, dan kekuasaan. Otonomi adalah bagaimana bangsa ini dengan otonomi daerah mampu memberdayakan semua wilayah di negeri ini untuk bergerak maju bersama. Otonomi bukan terletak pada APA YANG DAPAT DIKERJAKAN, TETAPI BAGAIMANA PEMERINTAH DAN PEMDA mengelola hak dan kewenangan yang dimilikinya.

Tidak ada kata terlambat bagi kita jika benar-benar memiliki komitmen dan kemauan yang kuat agar negeri ini tidak jatuh lagi kepada krisis multi dimensi yang dapat meruntuhkan kepercayaan rakyat pada negara ini..

Tugas dan tanggung jawab yang harus diemban oleh pemda setelah menerima otonomi seluas-luasnya memang tidak semudah yang kita bayangkan. Yang paling penting adalah bagiamana masyarakat di daerah memiliki kepercayaan dan kolaborasi yang baik terhadap aparat pemerintah dan pemda sekarang? Mudah-mudahan pemberian otonomi daerah tidak hanya merupakan peristiwa formalisme dan ritual belaka, namun sungguh-sungguh mendatangkan iklim pembaharuan roda pemerintahan daerah yang sanggup menerima, mengisi dan memperbaiki kehidupan sosial di tengah-tengah bangsa yang sedang membangun ini!


Semoga bermanfaat..

Salam sejahtera untuk kita semua....

Jumat, 23 Januari 2009

EVALUASI KEMAMPUAN PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH (EKPOD)


Semenjak jatuhnya orde baru yang ditandai dengan lengsernya Soeharto dari Kursi Kepresidenan pada tahun 1998, dan dimulainya masa Otonomi Daerah, dengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan Otonomi Daerah pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dalam Undang-undang ini pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Seiring dengan perjalanan waktu, UU ini ternyata menimbulkan berbagai dampak pro maupun kontra dalam implementasinya. Sehingga pada tahun 2004, UU tersebut selanjutnya digantikan dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan perubahan yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di NKRI ini.

Sepuluh tahun sudah era otonomi daerah telah berjalan mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara di negara ini, apakah dalam tenggang masa tersebut bangsa kita sudah mampu keluar dari krisis multi dimensional yang menimpa bangsa kita sebagai akibat dari krisis ekonomi yang menimpa negara-negara di dunia semenjak tahun 1998 dulu?? Jawabannya berpulang kepada seluruh masyarakat Indonesia dimanapun kita berada.

Untuk membantu menjawab pertanyaan tersebut, melalui tulisan singkat ini, saya ingin membagikan beberapa materi/indikator yang dapat dijadikan acuan bagi kita sekalian untuk menilai dan melihat sejauh mana penyelenggaraan otda ini telah dilaksanakan oleh lembaga pemerintah bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat.

Evaluasi Kemampuan Penyelengaraan Otonomi Daerah

Tujuan akhir otonomi daerah: ditunjukkan dengan parameter tinggi kualitas manusia yang secara internasional diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM). Dalam EKPOD, IPM ini digunakan untuk mengecek apakah aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah dapat dipertanggungjawabkan.

Aspek-aspeknya adalah:

A. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
I. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
  1. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi/kabupaten/kota) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada waktu tertentu. PDRB dibentuk melalui berbagai sektor ekonomi yang mencakup sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, restoran dan hotel; pengangkutan dan komunikasi; lembaga keuangan; dan jasa-jasa lainnya.
  2. Laju inflasi merupakan ukuran yang dapat menggambarkan kenaikan/penurunan harga dari sekelompok barang dan jasa yang berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Inflasi didasarkan pada Indeks harga konsumen (IHK) secara sampel di 45 kota di Indonesia yang mencakup 283-397 komoditas yang dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil Survei Biaya Hidup (SBH). Angka inflasi disajikan pada tingkat provinsi.
  3. PDRB per kapita dihitung berdasarkan pendapatan regional neto atas dasar biaya faktor dibagi dengan jumlah penduduk regional pertengahari tahun.
  4. Indeks Gini merupakan koefisien yang didasarkan pada kurva lorenz, yaitu sebuah kurva pendapatan kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Koefisien gini didefinisikan sebagai A/(A+B), jika A=0 koefisien gini bernilai 0 yang berarti pemerataan sempurna, jika B=0 koefisien gini akan bernilai 1 yang berarti ketimpangan sempurna.
  5. Pemerataan pendapatan ini diperhitungkan berdasarkan pendekatan yang dilakukan oleh Bank Dunia, yaitu dengan mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok berdasarkan besarnya pendapatan. 40% penduduk berpendapatan rendah; 40% penduduk berpendapatan menengah, dan 20% berpendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Kategori ketimpangan ditentukan sebagai berikut:
  • jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi.
  • jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan sedang/menengah.
  • jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah.
  • Indeks ketimpangan Williamson (Indeks Ketimpangan Regional), adalah indeks untuk mengukur ketimpangan pembangunan antarkecamatan di suatu kabupaten/kota atau antarkabupaten/kota di suatu provinsi dalam waktu tertentu.
II. Fokus Kesejahteraan Sosial
  1. Angka melek huruf (dewasa) adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.
  2. Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani.
  3. Angka partisipasi murni adalah perbandingan penduduk usia antara 7 hingga 18 tahun yang terdaftar sekolah pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun.
  4. Angka partisipasi kasar adalah perbandingan jumlah siswa pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun,
  5. Angka pendidikan yang ditamatkan adalah menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat terakhir suatu jenjang sekolah di sekolah negeri maupun swasta dengan mendapatkan surat tanda tamat belajar/ijazah.
  6. Angka kelangsungan hidup bayi adalah probabilitas bayi hidup sampai dengan usia 1 tahun. Angka kelangsungan hidup bayi = (1-angka kematian bayi). Angka kematian bayi dihitung dengan jumlah kematian bayi usia dibawah 1 tahun dalam kurun waktu setahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
  7. Angka usia harapan hidup pada waktu lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur.
  8. Persentase balita gizi buruk adalah persentase balita dalam kondisi gizi buruk terhadap jumlah balita, Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari berat badan menurut umur. Klasifikasi status gizi dibuat berdasarkan standar WHO/NCHS.
  9. Persentase penduduk di atas garis kemiskinan dihitung dengan menggunakan formula (100 - angka kemiskinan). Angka kemiskinan adalah persentase penduduk yang masuk kategori miskin terhadap jumlah penduduk. Penduduk miskin dihitung berdasarkan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh individu untuk hidup layak.
  10. Persentase jumlah penduduk yang memiliki lahan adalah perbandingan jumlah penduduk yang memiliki lahan terhadap jumlah penduduk dikali 100.
  11. Rasio penduduk yang bekerja adalah perbandingan jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja. Jika yang tersedia adalah angka pengangguran, maka angka yang digunakan adalah = (1 - angka pengangguran).
  12. Angka kriminalitas yang tertangani adalah penanganan kriminal oleh aparat penegak hukum (polisi/kejaksaan). Angka kriminalitas yang ditangani merupakan jumlah tindak kriminal yang ditangani selama 1 tahun terhadap 10.000 penduduk.
III. Fokus Seni Budaya dan Olah Raga
  1. Jumlah grup kesenian adalah jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk.
  2. Jumlah gedung kesenian adalah jumlah gedung kesenian per 10.000 penduduk.
  3. Jumlah klub olahraga adalah jumlah klub olahraga per 10.000 penduduk.
  4. Jumlah gedung olahraga adalah jumlah gedung olahraga per 10.000 penduduk.

B. ASPEK PELAYANAN UMUM
I. Fokus Pelayanan Dasar
Pendidikan dasar
  1. Angka partisipasi sekolah adalah jumlah murid kelompok usia pendidikan dasar (7-12 tahun dan 13-15 tahun) yang masih menempuh pendidikan dasar per 1.000 jumlah penduduk usia pendidikan dasar.
  2. Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan dasar per 10000 jumlah penduduk usia pendidikan dasar. Rasio ini mengindikasikan kemampuan untuk menampung semua penduduk usia pendidikan dasar.
  3. Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru tingkat pendidikan dasar per 1.000 jumlah murid pendidikan dasar. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar. Di samping itu juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran.
  4. Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata adalah jumlah guru pendidikan dasar per kelas per 1.000 jumlah murid pendidikan dasar. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar per kelas. Disamping itu juga untuk mengukur jumlah ideal guru per kelas terhadap jumlah murid agar tercapai mutu pengajaran.
Pendidikan menengah
  1. Angka partisipasi sekolah adalah jumlah murid kelompok usia pendidikan menengah (16-19 tahun) yang masih menempuh pendidikan menengah per 1,000 jumlah penduduk usia pendidikan menengah.
  2. Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan menengah per 10.000 jumlah penduduk usia pendidikan menengah. Rasio ini mengindikasikan kemampuan untuk menampung semua penduduk usia pendidikan menengah.
  3. Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru tingkat pendidikan menengah per 1.000 jumlah murid pendidikan menengah. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar. Di samping itu juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran.
  4. Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata adalah jumlah guru pendidikan menengah per kelas per 1.000 jumlah murid pendidikan rnenengah. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar per kelas. Di samping itu juga untuk mengukur jumlah ideal guru per kelas terhadap jumlah murid agar tercapai mutu pengajaran.
  5. Rasio posyandu per satuan balita adalah jumlah posyandu per 1.000 balita.
  6. Rasio puskesmas, poliklinik, pustu terhadap penduduk adalah jumlah puskesmas, poliklinik, pustu per 1.000 penduduk.
  7. Rasio rumah sakit per satuan penduduk adalah jumlah rumah sakit per 10.000 penduduk. Rasio ini mengukur ketersediaan fasilitas rumah sakit berdasarkan jumlah penduduk.
  8. Rasio dokter per jumlah penduduk adalah jumlah dokter per 1.000 penduduk. Rasio ini mengukur ketersediaan akses penduduk terhadap tenaga dokter.
  9. Rasio tenaga medis per jumlah penduduk adalah jumlah tenaga medis per 1.000 penduduk. Rasio ini mengukur ketersediaan akses penduduk terhadap tenaga medis.
  10. Persentase penanganan sampah adalah proporsi volume sampah yang ditangani terhadap volume produksi sampah.
  11. Persentase penduduk berakses air bersih adalah proporsi jumlah penduduk yang mendapatkan akses air minum terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan. Yang dimaksud akses air bersih meliputi air minum yang berasal dari air mineral, air leding/PAM, pompa air, sumur, atau mata air yang terlindung dalam jumlah yang cukup sesuai standar kebutuhan minimal.
  12. Persentase luas permukiman yang tertata adalah proporsi luas area permukiman yang sesuai dengan peruntukan berdasarkan rencana tata ruang satuan permukiman terhadap luas area permukiman keseluruhan.
  13. Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik adalah panjang jalan dalam kondisi baik dibagi dengan panjang jalan secara keseluruhan (nasional, provinsi, dan kabupaten/kota). Hal ini mengindikasikan kualitas jalan dari keseluruhan panjang jalan.
  14. Rasio jaringan irigasi adalah perbandingan panjang jaringan irigasi terhadap luas lahan budidaya. Panjang jaringan irigasi meliputi jaringan primer, sekunder, tersier. Hal ini mengindikasikan ketersediaan saluran irigasi untuk kebutuhan budidaya pertanian.
  15. Rasio tempat ibadah per satuan penduduk adalah jumlah ketersediaan tempat ibadah per 1.000 jumlah penduduk.
  16. Persentase rumah tinggal bersanitasi adalah proporsi rumah tinggal bersanitasi terhadap jumlah rumah tinggal.
  17. Rasio tempat pemakaman umum per satuan penduduk adalah jumlah daya tampung tempat. pemakaman umum per 1.000 jumlah penduduk.
  18. Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk adalah jumlah daya tarnpung tempat pembuangan sampah per 1.000 jumlah penduduk,
  19. Rasio rumah layak huni adalah perbandingan jumlah rumah layak huni dengan jumlah penduduk.
  20. Rasio permukiman layak huni adalah perbandingan luas permukiman layak huni dengan luas wilayah permukiman secara keseluruhan. Indikator ini mengukur proporsi luas pemukiman yang layak huni terhadap keseluruhan luas pemukiman.
  21. Rasio ruang terbuka hijau per satuan luas wilayah adalah perbandingan luas ruang terbuka hijau terhadap luas keseluruhan lahan yang diberikan HPL/HGB.
  22. Rasio bangurian ber-IMB per satuan bangunan adalah perbandingan jumlah bangunan ber-IMB terhadap jumlah seluruh bangunan yang ada.
  23. Jumlah arus penumpang angkutan umum (bis/kereta api/kapal laut/pesawat udara) yang masuk/keluar daerah selama 1 (satu) tahun.
  24. Rasio ijin trayek adalah perbandingan jumlah ijin trayek yang dikeluarkan selama 1 (satu) tahun terhadap jumlah penduduk.
  25. Jumlah uji kir angkutan umum selama 1 (satu) tahun.
  26. Jumlah pelabuhan laut/udara/terminal bis yang diukur berdasarkan jumlah pelabuhan laut/udara/terminal bis.
2. Fokus Pelayanan Penunjang
  1. Jumlah investor merujuk pada jumlah proyek-proyek penanaman modal yang diinvestasikan baik PMDN maupun PMA selama 1 (satu) tahun.
  2. Nilai investasi merujuk pada besaran rupiah dari proyek-proyek penanaman modal yang diinvestasikan baik PMDN maupun PMA selama 1 (satu) tahun.
  3. Rasio daya serap tenaga kerja adalah perbandingan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan PMA/PMDN terhadap jumlah seluruh PMDN dan PMA.
  4. Penanaman modal terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Data bersumber dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Data PMA/PMDN yang dimaksud mengenai proyek-proyek penanaman modal yang disetujui pemerintah tidak termasuk sektor minyak, asuransi, dan perbankan.
  5. Persentase koperasi aktif adalah proporsi jumlah koperasi aktif terhadap jumlah seluruh koperasi.
  6. Jumlah UKM non BPR/LKM dihitung berdasarkan jumlah yang aktif.
  7. Jumlah BPR/LKM dihitung berdasarkan jumlah yang aktif.
  8. Kredit Usaha Kecil Menengah (KUKM) untuk mengetahui fasilitas perkreditan yang diberikan pada usaha kecil menengah. Fasilitas perkreditan ini mencakup keberadaan dari jumlah koperasi aktif, jumlah UKM non BPR/LKM serta jumlah BPR/LKM.
  9. Rasio penduduk ber-KTP adalah perbandingan jumlah penduduk usia 17 tahun ke atas yang ber-KTP terhadap jumlah penduduk usia 17 tahun ke atas atau telah menikah.
  10. Rasio bayi berakte kelahiran adalah perbandingan jumlah bayi lahir dalam 1 tahun yang berakte kelahiran terhadap jumlah bayi lahir pada tahun yang sama.
  11. Rasio pasangan berakte nikah adalah perbandingan jumlah pasangan nikah dalam 1 tahun yang berakte terhadap jumlah keseluruhan pasangan nikah pada tahun yang sama.
  12. Kependudukan dan catatan sipil untuk mengetahui masalah kependudukan yang terkait dengan tertib administrasinya. Administrasi kependudukan mencakup kartu tanda penduduk (KTP), akte kelahiran, dan surat-surat nikah.
  13. Angka partisipasi angkatan kerja (TPAK) per tahun adalah jumlah angkatan kerja usia 15 tahun ke atas per 1.000 jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas. Angka ini menggambarkan jumlah angkatan kerja dari keseluruhan penduduk.
  14. Angka sengketa pengusaha-pekerja per tahun adalah jumlah sengketa yang terjadi per 1.000 jumlah perusahaan. Angka ini mengindikasikan hubungan antara pengusaha sebagai pemilik modal dan pekerja sebagai penyedia jasa tenaga. Semakin tinggi sengketa antara pengusaha dengan pekerja menunjukkan adanya ketidakharmonisan yang berakibat pada penurunan investasi.
  15. Persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah adalah proporsi perempuan yang bekerja pada lembaga pemerintah terhadap jumlah seluruh pekerja perempuan.
  16. Persentase partisipasi perempuan di lembaga swasta adalah proporsi perempuan yang bekerja pada lembaga swasta terhadap jumlah seluruh pekerja perempuan.
  17. Rasio KDRT adalah jumlah KDRT yang dilaporkan dalam periode 1 (satu) tahun per 1.000 rumah tangga.
  18. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak : perlu akses seluas-luasnya terhadap perempuan untuk berperan aktif di semua bidang kehidupan dalam rangka pemberdayaan untuk menuju kesetaraan gender. Untuk mengetahui peran aktif perempuan dapat diukur dari partisipasi perempuan di lembaga pemerintah maupun swasta, besarnya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
  19. Persentase tenaga kerja di bawah umur adalah proporsi pekerja anak usia 5-14 tahun terhadap jumlah pekerja usia 5 tahun ke atas. Hal ini mengindikasikan masih belum ada perlindungan anak. Anak dianggap masih memiliki nilai ekonomi dan seringkali anak dieksploitasi.
  20. Rata-rata jumlah anak per keluarga adalah jumlah anak dibagi dengan jumlah keluarga.
  21. Rasio akseptor KB adalah jumlah akseptor KB dalam periode 1 (satu) tahun per 1000 pasangan usia subur pada tahun yang sama.
  22. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera: untuk mengetahui tingkat partisipasi pasangan usia subur (PUS) terhadap KB. Besarnya angka partisipasi KB (akseptor) menunjukkan adanya pengendalian jumlah penduduk.
  23. Jumlah jaringan komunikasi adalah banyaknya jaringan komunikasi baik telepon genggam maupun stasioner.
  24. Rasio ketersediaan wartel/warnet adalah jumlah wartel/warnet per 1.000 penduduk.
  25. Jumlah surat kabar nasional/lokal adalah banyaknya jenis surat kabar terbitan nasional/lokal yang masuk ke daerah.
  26. Jumlah penyiaran radio/TV adalah banyaknya penyiaran radio/TV nasional maupun lokal yang masuk ke daerah.
  27. Komunikasi dan informatika: media yang dapat digunakan untuk memudahkan setiap orang berkomunikasi, menambah pengetahuan serta sebagai sarana hiburan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kemudahan setiap orang berkomunikasi yakni tersedianya jaringan telepon, jumlah wartel, jumlah surat kabar, stasiun radio/TV, dan pos.
  28. Persentase luas lahan bersertifikat adalah proporsi jumlah luas lahan bersertifikat (HGB, HGU, HM, HPL) terhadap luas wilayah daratan.
  29. Indikator pertanahan untuk mengetahui tertib administrasi sebagai kepastian dalam kepemilikan tanah.
  30. Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) adalah banyaknya kelompok binaan LPM dalam 1 (satu) tahun dibagi dengan jumlah LPM.
  31. Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK adalah banyaknya kelompok binaan PKK dalam 1 (satu) tahun dibagi dengan jumlah PKK.
  32. Jumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dihitung berdasarkan jumlah LSM aktif.
  33. Jumlah perpustakaan.
  34. Jumlah pengunjung perpustakaan per tahun.
  35. Rasio jumlah polisi Pamong Praja per 10.000 penduduk.
  36. Jumlah Linmas per 10.000 penduduk.
  37. Rasio Pos Siskamling per jumlah desa/kelurahan adalah perbandingan jumlah pos siskamling selama 1 (satu) tahun dengan jumlah desa/kelurahan.
  38. Penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat: untuk memastikan tingkat keamanan dan ketertiban masyarakat. Ukuran yang digunakan untuk keamanan dan ketertiban masyarakat adalah rasio polisi pamong praja terhadap setiap 10.000 penduduk, jumlah Linmas setiap 10.000 penduduk serta tersedianya pos siskamling per desa/kelurahan atau sebutan lain.
  39. Jumlah organisasi pemuda yang aktif sampai dengan tahun pengukuran.
  40. Jumlah organisasi olahraga yang aktif sampai dengan tahun pengukuran.
  41. Jumlah kegiatan (event) kepemudaan dalam periode 1 (satu) tahun.
  42. Jumlah kegiatan (event) olahraga dalam periode 1 (satu) tahun.
C. DAYA SAING DAERAH
1. Fokus Kemampuan ekonomi daerah
  1. Angka konsumsi RT per kapita adalah rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita. Angka ini dihitung berdasarkan pengeluaran penduduk untuk makanan dan bukan makanan per jumlah penduduk. Makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi, minuman, tembakau, dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan, sekolah, dan sebagainya.
  2. Perbandingan faktor produksi dengan produk yang menggambarkan nilai tukar petani adalah perbandingan antara indeks yang diterima (It) petani dan dibayar (Ib) petani. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator yang berguna untuk mengukur dngkat kesejahteraan petani, karena mengukur kemampuan tukar produk (komoditas) yang dihasilkan/dijual petani dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani baik untuk proses produksi (usaha) maupun untuk konsumsi rumah tangga. Jika NTP lebih besar dari 100 maka periode tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan periode tahun dasar, sebaliknya jika NTP lebih kecil dari 100 berarti terjadi penurunan daya beli petani.
  3. Persentase konsumsi RT untuk non pangan adalah proporsi total pengeluarar. rumah tangga untuk non pangan terhadap total pengeluaran.
  4. Produktivitas daerah per sektor (9 sektor) merupakan jumlah PDRB dari setiap sektor dibagi dengan jumlah angkatan kerja dalam sektor yang bersangkutan. PDRB dihitung berdasarkan 9 (sembilan) sektor.
2. Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur
  1. Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan adalah perbandingan panjangjalan terhadap jumlah kendaraan.
  2. Jumlah orang/barang yang terangkut angkutan umum dalam periode 1 (satu) tahun.
  3. Jumlah orang/barang melalui dermaga/bandara/terminal dalam periode 1 (satu) tahun.
  4. Ketaatan terhadap RTRW merupakan realisasi luas wilayah sesuai dengan peruntukannya dibagi dengan luas wilayah yang direncanakan sesuai dengan RTRW.
  5. Luas wilayah produktif adalah persentase realisasi luas wilayah produktif terhadap luas rencana kawasan budidaya sesuai dengan RTRW.
  6. Luas wilayah industri adalah persentase realisasi luas kawasan Industi terhadap luas rencana kawasan budidaya sesuai dengan RTRW.
  7. Luas wilayah kebanjiran adalah persentase luas wilayah banjir terhadap luas rencana kawasan budidaya sesuai dengan RTRW.
  8. Luas wilayah kekeringan adalah luas wilayah kekeringan terhadap luas rencana kawasan budidaya sesuai dengan RTRW.
  9. Luas wilayah perkotaan adalah persentase realisasi luas wilayah perkotaan terhadap luas rencana wilayah budidaya sesuai dengan RTRW.
  10. Jenis dan jurnlah bank dan cabang-cabangnya.
  11. Jenis dan jumlah perusahaan asuransi dan cabang-cabangnya.
  12. Fasilitas bank dan non bank diukur dengan jenis dan jumlah bank dan cabang-cabangnya, dan jenis dan jumlah perusahaan asuransi dan cabang-cabangnya,
  13. Persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih adalah proporsi jumlah rumah tangga yang menggunakan air bersih terhadap jumlah rumah tangga.
  14. Rasio ketersediaan daya listrik adalah perbandingan daya listrik terpasang terhadap jumlah kebutuhan.
  15. Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik merupakan proporsi jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai daya penerangan terhadap jumlah rumah tangga.
  16. Persentase penduduk yang menggunakan HP/telepon adalah proporsi jumlah penduduk menggunakan telepon/HP terhadap jumlah penduduk.
  17. Persentase jumlah restoran menurut jenis dan kelas.
  18. Persentase jumlah penginapan/hotel menurut jenis dan kelas.
3. Fokus Iklim Berinvestasi


  1. Angka kriminalitas dihitung berdasarkan delik aduan dari penduduk korban kejahatan dalam periode 1 (satu) tahun.
  2. Jumlah demo adalah jumlah demo yang terjadi dalam periode 1 (satu) tahun.
  3. Lama proses perijinan merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu perijinan.
  4. Kemudahan perijinan adalah proses pengurusan perijinan yang terkait dengan persoalan investasi relatif sangat mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama.
  5. Jumlah dan macam pajak daerah dan retribusi daerah diukur dengan jumlah dan macam insentif pajak dan retribusi daerah yang mendukung iklim investasi.
  6. Jumlah perda yang mendukung iklim usaha.
  7. Persentase desa/kelurahan berstatus swasembada terhadap total desa/ kelurahan adalah proporsi jumlah desa/kelurahan berswasembada terhadap jumlah desa/ kelurahan.
  8. Berdasarkan kriteria status, desa/kelurahan diklasifikasikan menjadi 3, yakni swadaya (tradisional); swakarya (transisional); dan swasembada (berkembang).
4. Fokus Sumber Daya Manusia
  1. Rasio lulusan S1/S2/S3 adalah jumlah lulusan S1/S2/S3 per 10.000 penduduk.
  2. Kualitas tenaga kerja di suatu wilayah sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk suatu wilayah maka semakin baik kualitas tenaga kerjanya.
  3. Rasio ketergantungan adalah perbandingan jumlah penduduk usia <15>64 tahun terhadap jumlah penduduk usia 15-64 tahun.
  4. Rasio ketergantungan digunakan untuk mengukur besarnya beban yang harus ditanggung oleh setiap penduduk berusia produktif terhadap penduduk yang tidak produktif.
Penutup

Mari kita semua bersama-sama menjaga dan mengawasi agar otonomi daerah benar-benar mampu membawa perubahan dan kesejahteraan bagi masyarakat..

Save Our Borneo and Our Country From Autonomy...

Sumber :
1. UU No. 22 Tahun 1999 ttg Pemerintahan Daerah
2. UU No. 32 Tahun 2004 ttg Pemerintahan Daerah
3. PP No. 6 Tahun 2008 ttg
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemda

Total Tayangan Halaman

ARTI SAKATIK

SELAMAT DATANG DI BLOG SAKATIK.COM
KATA SAKATIK DIAMBIL DARI BAHASA DAYAK NGAJU YANG MEMILIKI ARTI "SEBAGAI PEMBIMBING" ATAU BISA DIKATAKAN SEBAGAI "MENTOR/GEMBALA" BAGI SEMUA ORANG.
MELALUI BLOG INI SEMOGA DAPAT MENJADI SEBUAH SUMBER KEBAIKAN BAGI SEMUA ORANG.